Rabu, 14 Januari 2015

Makalah Ilmu Sosial Dasar - Fungsi Agama Dan Masyarakat

FUNGSI AGAMA DAN MASYARAKAT


A.    PENGERTIAN AGAMA
            Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. Kata “agama” berasal dari bahasa Sanskerta, āgama yang berarti “tradisi”. Sedangkan kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latinreligio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti “mengikat kembali”. Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan.
            Émile Durkheim mengatakan bahwa agama adalah suatu sistem yang terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal yang suci. Kita sebagai umat beragama semaksimal mungkin berusaha untuk terus meningkatkan keimanan kita melalui rutinitas beribadah, mencapai rohani yang sempurna kesuciannya. Ada beberapa alasan tentang mengapa agama itu sangat penting dalam kehidupan manusia, antara lain adalah :
Ø  Karena agama merupakan sumber moral
Ø  Karena agama merupakan petunjuk kebenaran
Ø  Karena agama merupakan sumber informasi tentang masalah metafisika.
Ø  Karena agama memberikan bimbingan rohani bagi manusia baik di kala suka, maupun di kala duka.
           
            Manusia sejak dilahirkan ke dunia ini dalam keadaan lemah dan tidak berdaya, serta tidak mengetahui apa-apa sebagaimana firman Allah dalam Q. S. al-Nahl (16) : 78
Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak tahu apa-apa. Dia menjadikan untukmu pendengaran, penglihatan dan hati, tetapi sedikit di antara mereka yang mensyukurinya. Dalam keadaan yang demikian itu, manusia senantiasa dipengaruhi oleh berbagai macam godaan dan rayuan, baik dari dalam, maupun dari luar dirinya. Godaan dan rayuan daridalam diri manusia dibagi menjadi dua bagian, yaitu Godaan dan rayuan yang berysaha menarik manusia ke dalam lingkungan kebaikan, yang menurut istilah Al-Gazali dalam bukunya ihya ulumuddin disebut dengan malak Al-hidayah yaitu kekuatan-kekuatan yang berusaha menarik manusia kepada hidayah ataukebaikan.
            Godaan dan rayuan yang berusaha memperdayakan manusia kepada kejahatan,yang menurut istilah Al-Gazali dinamakan malak al-ghiwayah, yakni kekuatan-kekuatan yang berusaha menarik manusia kepada kejahatan. Disinilah letak fungsi agama dalam kehidupan manusia, yaitu membimbing manusia kejalan yang baik dan menghindarkan manusia dari kejahatan atau kemungkaran.

B.     FUNGSI AGAMA DALAM MASYARAKAT
            Agama merupakan salah satu prinsip yang (harus) dimiliki oleh setiap manusia untuk mempercayai Tuhan dalam kehidupan mereka. Tidak hanya itu, secara individu agama bisa digunakan untuk menuntun kehidupan manusia dalam mengarungi kehidupannya sehari-hari. Namun, kalau dilihat dari secara kelompok atau masyarakat, bagaimana kita memahami agama tersebut dalam kehidupan masyarakat ? Prof. Dr. H. Jalaluddin dalam bukunya Psikologi Agama membantu kita memahami beberapa fungsi agama dalam masyarakat, antara lain :
Ø  Fungsi Edukatif (Pendidikan). Ajaran agama secara yuridis (hukum) berfungsi menyuruh/mengajak dan melarang yang harus dipatuhi agar pribagi penganutnya menjadi baik dan benar, dan terbiasa dengan yang baik dan yang benar menurut ajaran agama masing-masing.
Ø  Fungsi Penyelamat. Dimanapun manusia berada, dia selalu menginginkan dirinya selamat. Keselamatan yang diberikan oleh agama meliputi kehidupan dunia dan akhirat. Charles Kimball dalam bukunya Kala Agama Menjadi Bencana melontarkan kritik tajam terhadap agama monoteisme (ajaran menganut Tuhan satu). Menurutnya, sekarang ini agama tidak lagi berhak bertanya: Apakah umat di luat agamaku diselamatkan atau tidak? Apalagi bertanya bagaimana mereka bisa diselamatkan? Teologi (agama) harus meninggalkan perspektif (pandangan) sempit tersebut. Teologi mesti terbuka bahwa Tuhan mempunyai rencana keselamatan umat manusia yang menyeluruh. Rencana itu tidak pernah terbuka dan mungkin agamaku tidak cukup menyelami secara sendirian. Bisa jadi agama-agama lain mempunyai pengertian dan sumbangan untuk menyelami rencana keselamatan Tuhan tersebut. Dari sinilah, dialog antar agama bisa dimulai dengan terbuka dan jujur serta setara.
Ø  Fungsi Perdamaian. Melalui tuntunan agama seorang/sekelompok orang yang bersalah atau berdosa mencapai kedamaian batin dan perdamaian dengan diri sendiri, sesama, semesta dan Alloh. Tentu dia/mereka harus bertaubat dan mengubah cara hidup.
Ø  Fungsi Kontrol Sosial. Ajaran agama membentuk penganutnya makin peka terhadap masalah-masalah sosial seperti, kemaksiatan, kemiskinan, keadilan, kesejahteraan dan kemanusiaan. Kepekaan ini juga mendorong untuk tidak bisa berdiam diri menyaksikan kebatilan yang merasuki sistem kehidupan yang ada.
Ø  Fungsi Pemupuk Rasa Solidaritas. Bila fungsi ini dibangun secara serius dan tulus, maka persaudaraan yang kokoh akan berdiri tegak menjadi pilar “Civil Society” (kehidupan masyarakat) yang memukau.
Ø  Fungsi Pembaharuan. Ajaran agama dapat mengubah kehidupan pribadi seseorang atau kelompok menjadi kehidupan baru. Dengan fungsi ini seharusnya agama terus-menerus menjadi agen perubahan basis-basis nilai dan moral bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Ø  Fungsi Kreatif. Fungsi ini menopang dan mendorong fungsi pembaharuan untuk mengajak umat beragama bekerja produktif dan inovatif bukan hanya bagi diri sendiri tetapi juga bagi orang lain.
Ø  Fungsi Sublimatif (bersifat perubahan emosi). Ajaran agama mensucikan segala usaha manusia, bukan saja yang bersifat agamawi, melainkan juga bersifat duniawi. Usaha manusia selama tidak bertentangan dengan norma-norma agama, bila dilakukan atas niat yang tulus, karena untuk Alloh, itu adalah ibadah.

C.    DIMENSI KOMITMEN AGAMA PELEMBAGAAN AGAMA
            Perkembangan iptek mempunyai konsekuensi penting bagi agama.Sekulerisai cenderung mempersempit ruang gerak kepercayaan dan pengalaman keagamaan. Kebanyakan agama yang menerima nilai- nilai institusional baru adalah agama – agama aliran semua aspek kehidupan. Dimensi komitmen agama menurut Roland Robertson :
1)      Dimensi keyakinan mengandung perkiraan/harapan bahwa orang yang religius akan menganut pandangan teologis tertentu.
2)      Praktek agama mencakup perbuatan-perbuatan berbakti, yaitu perbuatan untuk melaksanakan komitmen agama secara nyata.
3)      Dimensi pengerahuan, dikaitkan dengan perkiraan.
4)      Dimensi pengalaman memperhitungkan fakta, semua agama mempunyai perkiraan tertentu.
5)      Dimensi konsekuensi dari komitmen religius berbeda dengan tingkah laku perseorangan.
           
D.    PELEMBAGAAN AGAMA, KONFLIK, DAN MASYARAKAT
            Agama sangat universal, permanen, dan mengatur dalam kehidupan, sehingga bila tidak memahami agama, maka akan sulit memahami masyarakat. Hal yang harus diketahui dalam memahami lembaga agama adalah apa dan mengapa agama ada, unsur-unsur dan bentuknya serta fungsi dan struktur dari agama.
            Dimensi ini mengidentifikasikan pengaruh-pengaruh kepercayaan, praktek, pengalaman, dan pengetahuan keagamaan dalam kehidupan sehari-hari. Dimensi-dimensi ini dapat diterima sebagai dalil atau dasar analitis, tapi hubungan antara empat dimensi itu tidak dapat diungkapkan tanpa data empiris.
            Menurut Elizabeth K. Nottingham (1954), kaitan agama dalam masyarakat dapat mencerminkan tiga tipe, meskipun tidak menggambarkan keseluruhannya secara utuh.
1.      Masyarakat yang Terbelakang dan Nilai-nilai Sakral. Masyarakat tipe ini kecil, terisolasi, dan terbelakang. Anggota masyarakatnya menganut agama yang sama. Sebab itu, keanggotaan mereka dalam masyarakat dan dalam kelompok keagamaan adalah sama. Agama menyusup ke dalam kelompok aktivitas yang lain. Sifat-sifatnya:
·         Agama memasukkan pengaruhnya yang sakral ke dalam sistem masyarakat secara mutlak.
·         Nilai agama sering meningkatkan konservatisme dan menghalangi perubahan dalam masyarakat dan agama menjadi fokus utama pengintegrasian dan persatuan masyarakat secra keseluruhan yang berasal dari keluarga yang belum berkembang.
2.      Masyarakat-masyarakat Praindustri yang Sedang Berkembang. Masyarakatnya tidak terisolasi, ada perkembangan teknologi. Agama memberi arti dan ikatan kepada sistem nilai dalam tiap masyarakat,pada saat yang sama, lingkungan yang sakral dan yang sekular masih dapat dibedakan. Fase kehidupan sosial diisi dengan upacara-upacara tertentu. Di pihak lain, agama tidak memberikan dukungan sempurna terhadap aktivitas sehari-hari, agama hanya memberikan dukungan terhadap adat-istiadat.

            Pendekatan rasional terhadap agama dengan penjelasan ilmiah biasanya akan mengacu dan berpedoman pada tingkah laku yang sifatnya ekonomis dan teknologis dan tentu akan kurang baik. Karena dalam tingkah laku, tentu unsur rasional akan lebih banyak, dan bila dikaitkan dengan agama yang melibatkan unsur-unsur pengetahuan di luar jangkauan manusia (transdental), seperangkat symbol dan keyakinan yang kuat, dan hal ini adalah keliru. Karena justru sebenarnya, tingkah laku agama yang sifatnya tidak rasional memberikan manfaat bagi kehidupan manusia.
            Agama melalui wahyu atau kitab sucinya memberikan petunjuk kepada manusia untuk memenuhi kebutuhan mendasar, yaitu selamat di dunia dan akhirat. Dalam perjuangannya, tentu tidak boleh lalai. Untuk kepentingan tersebut, perlu jaminan yang memberikan rasa aman bagi pemeluknya. Maka agama masuk dalam sistem kelembagaan dan menjadi sesuatu yang rutin. Agama menjadi salah satu aspek kehiduapan semua kelompok sosial, merupakan fenomena yang menyebar mulai dari bentuk perkumpulan manusia, keluarga, kelompok kerja, yang dalam beberapa hal penting bersifat keagamaan.
            Adanya organisasi keagamaan, akan meningkatkan pembagian kerja dan spesifikasi fungsi,juga memberikan kesempatan untuk memuaskankebutuhan ekspresif dan adatif.

E.     CONTOH – CONTOH DAN KAITANNYA
            Pengalaman tokoh agama yang merupakan pengalaman kharismatik, akan melahirkan suatu bentuk perkumpulan keagamaan yang akan menjadi organisasi keagamaan terlembaga. Pengunduran diri atau kematian figure kharismatik akan melahirkan krisis kesinambungan. Analisis yang perlu adalah mencoba memasukkan struktur dan pengalaman agama, sebab pengalaman agama, apabila dibicarakan, akan terbatas pada orang yang mengalaminya. Hal yang penting untuk dipelajari adalah memahami “wahyu” atau kitab suci, sebab lembaga keagamaan itu sendiri merupakan refleksi dari pengalaman ajaran wahyunya.
            Lembaga keagamaan pada puncaknya berupa peribadatan, pola ide-ide dan keyakinan-keyakinan, dan tampil pula sebagai asosiasi atau organisasi. Misalnya pada kewajiban ibadah haji dan munculnya organisasi keagamaan. Lembaga ibadah haji dimulai dari terlibatnya berbagai peristiwa. Ada nama-nama penting seperti Adam a.s, Ibrahim a.s, Siti Hajar, dan juga syetan; tempatnya adalah Masjidil-Haram, Mas’a, Arafah, Masy’ar, Mina, serta Ka’bah yang merupakan symbol penting; ada peristiwa kurban, pakaian ihram, tawaf, sa’I, dan sebagainya.
a)      Adam dan Hawa dalam keadaan terpisah, kemudian keduanya berdoa : “Ya, Tuhan kami, kami telah menganiaya diri sendiri, dan jika engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscayalah kami termasuk orang-orang yang merugi.” (Q.S al-A’raf : 23). Setelah itu Allah SWT memerintahkan Adam untuk ibadah haji (pergi ke sesuatu untuk mengunjunginya). Saat sampai di suatu tempat (Arafah= tahu, kenal), maka bertemulah ia dengan Hawa setelah diusir dari surge. Sebab itu dalam pelaksanaan ibadah haji, ada ketentuan wukuf (singgah).
b)      Nama nabi Ibrahim a.s selalu dikaitkan dengan Ka’bah sebagai pusat rohani agama Islam (Kiblatnya Islam). Pada suatu peristiwa Allah memerintahkan Jibril membawa Ibrahim a.s, Siti Hajar dan Ismail a.s putranya yang masih kecil ke Makkah dari Palestina. Di suatu tempat, Ibrahim a.s atas perintah Allah SWT supaya meninggalkan istri dan putranya. Kemudian Ismail menangis meminta air, tentu saja Siti Hajar menjadi khawatir dan gelisah, maka ia pun berlari mencari air ke bukit Shafa dan Marwa sebanyak tujuh kali. Setelah itu dengan kuasa Tuhan, memancarlah air dari dekat kaki Ismail (sekarang sumur air Zam-zam). Sebab itu, dalam rukun Haji ada Sa’I (berlari kecil) sebanyak tujuh kali di bukit Shafa dan Marwa. Siti Hajar merupak lambang yang bertanggung jawab, tidak pasrah, perjuangan fisik dan meniadakan diri tenggelam ke dalam samudera cinta.
c)      Qurban dikaitkan resmi dengan ibadah haji. Lembaga ini berhubungan dengan sejarah rohani Ibrahim a.s yang diperintahkan oleh Alla SWT untuk menyembelih putranya Ismail a.s, untuk menguji kesempurnaan tauhidnya. Sewaktu penyembelihan akan dilaksanakan, syetan sempat menggoda Ibrahim a.s agar tidak melaksanakan perintah Allah tersebut. Kemudian Ibrahim dan Ismail melemparkan batu ke arah suara syetan itu berasal. Untuk mengenang peristiwa itu, dalam pelaksanaan ibadah haji diwajibkan melempar jumrah (batu).
d)     Sewaktu Ismail akan disembelih oleh Ibrahim a.s, ternyta Allah menggantinya dengan seekor gibas (domba) jantan. Firman Allah : “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah yaitu bagi orang yang sanggup mengadakan perjalanan pergi kesana. Barang siapa yang kafir (terhadap kewajiban haji), maka bahwasanya Allah Mahakuasa (tidak memerlukan sesuatu dari alam semesta)” (Q.S 3:97). Jadi, kewajiban tersebut, esensinya adalah evolusi manusia menuju Allah dengan pengalaman agama yang penting. Mengandung simbolis dari filsafat “penciptaan Adam”, “sejarah”, “keesaan”, “ideology islam”, dan “ummah”. Organisasi keagamaan yang tumbuh secara khusus, bermula dari pengalaman agama tokoh kharismatik pendiri organisasi keagamaan yang terlembaga.
e)      Muhammadiyah, sebuah organisasi sosial Islam yang dipelopori oleh Kiai Haji Ahmad Dahlan yang menyebarkan pemikiran Muhammad Abduh dari Tafsir Al-Manar. Ayat suci Al-Quran telah memberi inspirasi kepada Ahmad Dahlan untuk mendirikan Muhammadiyah. Salah satu mottonya adalah, Muhammadiyah dipandang sebagai “segolongan dari kaum” mengajak pada kebaikan dan mencegah perbuatan jahat (amar ma’ruf, nahi ’anil munkar)
           
            Dari contoh sosial di atas, lembaga keagamaan berkembang sebagai pola ibadah, pola ide-ide, ketentuan (keyakinan), dan tampil sebagai bentuk asosiasi atau organisasi. Pelembagaan agama puncaknya terjadi pada tingkat intelektual, tingkat pemujaan (ibadat), dan tingkat organisasi. Tampilnya organisasi agama adalah akibat adanya “perubahan batin” atau kedalaman beragama, mengimbangi perkembangan masyarakat dalam hal alokasi fungsi, fasilitas, produksi, pendidikan, dan sebagainya. Agama menuju ke pengkhususan fungsional. Pengaitan agama tersebut mengambil bentuk dalam berbagai corak organisasi keagamaan.

F.     KESIMPULAN
            Berdasarkan uraian-uraian yang telah di paparkan dalam makalah ini, diperoleh beberapa kesimpulan tujuan agama yaitu :
a)      Menegakan kepercayaan manusia hanya kepada Allah,Tuhan Yang Maha Esa (tahuit).
b)      Mengatur kehidupan manusia di dunia,agar kehidupan teratur dengan baik, sehingga dapat mencapai kesejahterahan hidup, lahir dan batin, dunia dan akhirat.
c)      Menjunjung tinggi dan melaksanakan peribadatan hanya kepada Allah.
d)     Menyempurnakan akhlak manusia.
e)      Agama merupakan salah satu prinsip yang (harus) dimiliki oleh setiap manusia untuk mempercayai Tuhan dalam kehidupan mereka.
f)       Fungsi agama untuk kontrol sosial, perdamaian, pemupuk rasa solidaritas, pembaharuan, kreatif, dan sublimatif.
g)      Pendekatan rasional terhadap agama dengan penjelasan ilmiah biasanya akan mengacu dan berpedoman pada tingkah laku yang sifatnya ekonomis dan teknologis dan tentu akan kurang baik
h)      Organisasi keagamaan yang tumbuh secara khusus, bermula dari pengalaman agama tokoh kharismatik pendiri organisasi keagamaan yang terlembaga.
Tampilnya organisasi agama adalah akibat adanya “perubahan batin” atau kedalaman beragama, mengimbangi perkembangan masyarakat dalam hal alokasi fungsi, fasilitas, produksi, pendidikan, dan sebagainya.

Makalah Ilmu Sosial Dasar - Pemuda dan Sosialisasi

PEMUDA DAN SOSIALISASI


A.    PEMUDA
            pemuda adalah sosok individu produktif dan mempunyai karakter yang khas  seperti revolusioner, optimis, berpikiran maju, memiliki moralitas, dan sebagainya. Namun, pemuda juga memiliki kelemahan yang mecolok yaitu kontrol diri dalam artian mudah emosional, sedangkan kelebihan pemuda yang paling menonjol adalah mau menghadapi perubahan, baik berupa perubahan sosial maupun kultural dengan menjadi pelopor perubahan itu sendiri.
            Masalah-masalah pemuda yang dialami ini adalah bentuk pendewasaan seseorang serta penyesuaian diri suatu individu terhadap lingkungan sosial yang dihadapinya. Pemuda akan mengalami proses sosial yang dimulai dari lingkungan keluarga berlanjut ke lingkungan sekolah atau pelajar hingga pemuda nantinya akan menjalani kehidupan bermasyarakat. Proses sosial tersebut disebut juga dengan sosialisasi, proses sosialisasi itu berlangsung sejak anak ada di dunia dan terus akan berproses hingga mencapai titik kulminasi.
a.      Princeton mendefinisikan kata pemuda (youth) dalam kamus Webstersnya sebagai “the time of life between childhood and maturity; early maturity; the state of being young or immature or inexperienced; the freshness and vitality characteristic of a young person”.
Sedangkan dalam kerangka usia, WHO menggolongkan usia 10 – 24 tahun sebagai young people, sedangkan remaja atau adolescence dalam golongan usia 10 -19 tahun. Contoh lain di Canada dimana negara tersebut menerapkan bahwa “after age 24, youth are no longer eligible for adolescent social services
b.      Sejarawan Taufik Abdullah (1995) memandang pemuda atau generasi muda adalah konsep-konsep yang sering mewujud pada   nilai-nilai herois-nasionalisme.
c.       Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1992). Pasa masa ini sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua.
Seperti yang dikemukakan oleh Calon (dalam Monks, dkk 1994) bahwa masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan. Karena remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak. Menurut Sri Rumini & Siti Sundari (2004: 53) masa remaja adalah peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek/ fungsi untuk memasuki masa dewasa.
d.      Masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Sedangkan menurut Zakiah Darajat (1990: 23) adalah : masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa ini anak mengalami masa pertumbuhan dan masa perkembangan fisiknya maupun perkembangan psikisnya. Mereka bukanlah anak-anak baik bentuk badan ataupun cara berfikir atau bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang.

B.     SOSIAL MEDIA SEBAGAI ALAT PERJUANGAN PEMUDA
            Pula Indonesia berhasil keluar dari cengekraman pemimpin otoriter di tahun 1966 dan 1998. Melihat track record pemuda Indonesia yang gilang gemilang, sudah menjadi kewajiban kita untuk meneruskannya. Pemuda Indonesia adalah motor penggerak yang hakiki. Pemuda berjuang mengawal pemerintahan yang bersih, membela keadilan yang semakin jarang ditemukan di negeri ini.
            Pemuda mengawal perubahan lewat caranya sendiri. Pemuda di tahun 1928 menunjukkan eksistensinya dengan berorganisasi, sementara pemuda di tahun 1966 dan 1998 menuntut perubahan lewat konsolidasi massa yang turun ke jalan. Kini dengan semakin majunya zaman, jalan yang dipilih sebagai sarana berjuang juga semakin banyak.
            Salah satu media perjuangan pemuda kontemporer adalah lewat sosial media. Dunia maya yang awalnya hanya sebagai alat pencari informasi maupun kesenangan ternyata juga dapat digunakan sebagai alat pergerakan. Reformasi di Tunisia bisa menjadi contoh. Tidak akan pernah terbayangkan sebelumnya bahwa perubahan rezim di salah satu negara di Afrika Utara tersebut salah satunya diawali lewat dunia maya. Akibat sistem ekonomi yang tidak menguntungkan rakyat, para pemuda membangun jejaring untuk melakukan perubahan lewat sosial media seperti facebook, twitter maupun blog. Walaupun pemerintah kemudian melarang penggunaan media-media tersebut, bahkan menangkapi para blogger yang dikenal kritis, namun perjuangan menuntut perubahan tetap berjalan hingga akhirnya presiden Zine El Abidine Ben Ali mundur.
            Tidak kita dapat mengambil contoh positif dari penggunaan sosial media. Karena peran generasi muda Tunisia dan pemanfaatan sosial media sebagai sarana perjuangan maka perubahan yang dikehendaki sebagian besar masyarakat Tunisia dapat terealisasi. Pemanfaatan sosial media sebagai atal perjuangan pemuda merupakan hal yang vital. Ketika media konvensional sudah menjadi alat sekelompok elit untuk menyebarkan agenda kepentingannya atau menjadi alat pengeruk rupiah bagi para kapitalis, maka sosial media menjadi sarana penyedia informasi yang independen. Semua orang bisa terlibat di dalamnya karena sosial media bersifat bias kepemilikan.
            Inilah yang harus mampu dimanfaatkan para generasi muda. Apalagi para pemuda yang memiliki gagasan untuk maju harus bertarung dengan kaum elit yang memiliki lebih banyak modal untuk menang seperti modal kekuasaan, modal keuangan, maupun modal kekerasan yang sah. Melalui dunia maya sisi lain dari dinamika kehidupan di negeri ini bisa menjadi konsumsi publik. Sosial media menjadi tempat terkuaknya permasalahan yang luput dari pemberitaan media.
            Dunia maya juga menjadi tempat yang tepat untuk memperlihatkan eksistensi. Pemuda bisa mengungkapkan gagasannya dengan bebas. Pemuda bisa menuliskan ide-idenya tanpa harus dimuat di media massa besar karena sudah memiliki media alternatif yang siap menampung setiap kata-katanya. Dari sinilah generasi muda diharapkan berperan aktif dalam perubahan zaman. Kebenaran dan bersikap kritis melalui situs jejaring sosial maupun blog, kita sebenarnya telah ikut berperan seperti pemuda-pemuda Indonesia di setiap zaman.
            Salah satu bentuk kesuksesan dalam perjuangan melalui pemanfaatan sosial media ada dalam kasus Prita Mulyasari. Prita yang awalnya hanya curhat di blog pribadinya tentang pelayanan buruk yang diterima saat dirawat di salah satu rumah sakit justru berakibat pada ancaman hukuman karena dianggap mencemarkan nama baik rumah sakit tersebut.
            Salah satu bentuk kesuksesan dalam perjuangan melalui pemanfaatan sosial media ada dalam kasus Prita Mulyasari. Prita yang awalnya hanya curhat di blog pribadinya tentang pelayanan buruk yang diterima saat dirawat di salah satu rumah sakit justru berakibat pada ancaman hukuman karena dianggap mencemarkan nama baik rumah sakit tersebut.
            Vonis yang mengancam Prita akibat curhatannya dianggap oleh sebagian besar masyarakat sebagai hukuman yang mengada-ada. Kasus yang menimpa Prita seperti menjadi bukti buruknya sistem penegakan hukum di negeri ini. Para aparat penegak hukum bukannya membela yang benar justru membela yang berkuasa. Apalagi dalam perkembangannya muncul desas desus bahwa para penegak hukum mendapat layanan khusus dari rumah sakit yang menggugat Prita untuk memenangkan kasusnya. Dimaksudkan untuk menggalang uang dari masyarakat. Koin Untuk Prita menjadi media masyarakat dalam memberikan dukungan moral sekaligus simbol perlawanan terhadap para pemilik kewenangan di negeri ini yang bertindak semena-mena.
            Selain kasus Prita, kasus kriminalisasi yang menimpa Bibit-Candra, dua pimpinan KPK juga dapat dikategorikan sebagai keberhasilan sosial media sebagai sarana perjuangan. Lagi-lagi, berkat pembentukan akun facebook “Gerakan Tolak Kriminaisasi KPK” dan disertai aksi turun ke jalan mendukung Bibit-Candra kasus ini mendapat perhatian khusus dari pemerintah pusat hingga berakhir dengan dibebaskannya dua pimpinan KPK tersebut lewat wewenang presiden.
            Tentu masih banyak lagi permasalahan ketidakadilan yang terekspos berkat kehadiran sosial media, baik itu dalam skala besar maupun kecil. Namun yang perlu diperhatikan, sebagian besar perjuangan tersebut digerakkan oleh generasi muda. Merekalah yang menjadi motor penggerak perubahan. Mereka yang telah mendobrak sistem penyelewengan dalam penegakkan keadilan di negeri ini. Pemuda pula yang rela berjejaring, mengkonsolidasikan masaa baik itu lewat dunia nyata maupun maya untuk menyerukan keadilan, meskipun yang mereka bela belum tentu orang yang dikenalnya patut diperjuangkan.
            Akhirnya, dapat disimpulkan bahwa perjuangan dan perubahan yang terjadi di Indonesia tidak dapat terlepas dari andil generasi mudanya. Pemuda di setiap zaman berjuang membela keadilan lewat jalannya sendiri. Kini dengan semakin majunya teknologi, maka semakin maju pula cara pemuda menyuarakan keadilan. Demonstrasi bukan lagi sarana tunggal bagi para pemuda untuk menuntut perubahan. Sosial media jadi salah satu tempat pemuda merepresentasikan idenyaa. Melalui sosial media, pemuda dari seluruh penjuru negeri saling berjejaring, berkomunikasi untuk menghasilkan gagasan brilian. Semua itu demi terciptanya Indonesia yang adil dan sejahtera. Maka benar apa yang dikatakan Bung Karno, “Seribu orang tua hanya bisa bermimpi, maka berikanlah aku lima pemuda agar dapat mengubah dunia.”

C.    SOSIALISASI PEMUDA
            Pemuda adalah individu dengan karakter yang dinamis, bahkan bergejolak dan optimis namun belum memiliki pengendalian emosi yang stabil. Pemuda menghadapi masa perubahan sosial maupun kultural. Proses sosialisasi adalah proses yang membantu individu melalui media pembelajaran dan penyesuaian diri, bagaimana bertindak dan berpikir agar ia dapat berperan dan berfungsi, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Ada beberapa hal yang perlu kita ketahui dalam sosialisasi, antara lain : Proses Sosialisasi, Media Sosialisasi dan Tujuan Sosialisasi.
            Melalui proses sosialisasi, pemuda merubah cara berpikir dan kebiasaan hidupnya. Dengan proses sosialisasi, seseorang menjadi tahu bagaimana ia mesti bertingkah laku di kehidupan masyarakat dan lingkungannya. Kepribadian seorang pemuda dapat terbentuk melalui proses sosialisasi. Dalam hal sosialisasi dikatakan sebagai proses yang membantu individu belajar dan menyesuaikan diri serta bagaimana berpikir dapat berfungsi dalam kelompok. Sosialisasi merupakan salah satu proses belajar kebudayaan dalam anggota masyarakat dan hubungan sosial. Media Sosialisasi antara lain :
1.      Keluarga, Pertama-tama yang dikenal oleh anak-anak adalah ibunya, bapaknya dan saudara-saudaranya.
2.      Sekolah, Pendidikan di sekolah merupakan wahana sosialisasi sekunder dan merupakan tempat berlangsungnya proses sosialisasi secara formal.
3.      Teman bermain (kelompok bermain), Kelompok bermain mempunyai pengaruh besar dan berperan kuat dalam pembentukan kepribadian anak. Dalam kelompok bermain anak akan belajar bersosialisasi dengan teman sebayanya.
4.      Media Massa, Media massa seperti media cetak, (surat kabar, majalah, tabloid) maupun media elektronik (televisi, radio, film dan video). Besarnya pengaruh media massa sangat tergantung pada kualitas dan frekuensi pesan yang disampaikan. Peranan Media Massa
masa remaja yang merupakan periode peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, dimana ditandai beberapa ciri :
Ø  Keinginan memenuhi dan menyatakaan identitas diri.
Ø  Melepas diri dari ketergantungan orang tua
Ø  Memperoleh akseptabilitas di tengan sesama remaja.
       Dengan ciri-ciri ini, remaja cenderung melahap begitu saja arus informasi yang sesuai dengan keinginan mereka, upaya penangkalan:
Ø  Pentingnya membekali remaja dengan keterampilan yang mencakup kemampuan menemukan, memilih, menggunakan dan mengevaluasi informasi.
Ø  Selain itu, diperlukan melakukan intervensi ke dalam lingkungan informasi mereka secara interpersonal.
Ø  Pemecahan lainnya adalah dengan bimbingan orangtua dalam menngkonsumsi media massa
Ø  Sedangkan media massa harus tetap konsisten dengan kode etik dan tanggung jawab sosial yang di embannya.
5.      Lingkungan Kerja, Lingkungan kerja merupakan media sosialisasi yang terakhir cukup kuat, dan efektif mempengaruhi pembentukan kepribadian seseorang.

D.    TUJUAN POKOK SOSIALISASI
a)      Individu harus diberi ilmu pengetahuan (keterampilan) yang dibutuhkan bagi kehidupan kelak di masyarakat.
b)     Individu harus mampu berkomunikasi secara efektif dan mengenbangkankan kemampuannya.
c)      Pengendalian fungsi-fungsi organik yang dipelajari melalui latihan-latihan mawas diri yang tepat.
d)     Bertingkah laku secara selaras dengan norma atau tata nilai dan kepercayaan pokok ada pada lembaga atau kelompok khususnya dan pada masyarakat umum.

E.     PERANAN SOSIAL MAHASISWA dan PEMUDA DI MASYARAKAT
            Peranan sosial mahasiswa dan pemuda di masyarakat, kurang lebih sama dengan peran warga yang lainnnya di masyarakat. Mahasiswa mendapat tempat istimewa karena mereka dianggap kaum intelektual yang sedang menempuh pendidikan. Pada saatnya nanti sewaktu mahasiswa lulus kuliah, ia akan mencari kerja dan menempuh kehidupan yang relatif sama dengan warga yang lain.
            Secara tak sadar namun perlahan tapi pasti, para generasi muda dihinggapi dengan idiologi baru dan perilaku umum yang mendidik mereka menjadi bermental instan dan bermental bos. Pemuda menjadi malas bekerja dan malas mengatasi kesulitan, hambatan dan proses pembelajaran tidak diutamakan sehingga etos kerja jadi lemah.
            Sarana tempat hiburan tumbuh pesat bak “jamur di musim hujan” arena billyard, playstation, atau arena hiburan ketangkasan lainnya, hanyalah tempat bagi anak-anak dan generasi muda membuang waktu secara percuma karena menarik perhatian dan waktu mereka yang semestinya diisi dengan lebih banyak untuk belajar, membaca buku di perpustakaan, berorganisasi atau mengisi waktu dengan kegiatan yang lebih positif. Peran pemuda yang seperti ini adalah peran sebagai konsumen saja, pemuda dan mahasiswa berperan sebagai “penikmat” bukan yang berkontemplasi (pencipta karya). Dapat ditambahkan disini persoalan NARKOBA yang dominan terjadi di kalangan generasi muda yang memunculkan kehancuran besar bagi bangsa Indonesia.


F.     Mengembangkan Potensi Generasi Muda
            Di negara-negara maju, salah satu di antaranya adalah Amerika Serikat, para mahasiswa sebagai bagian generasi muda, didorong, dirangsang dengan berbagai motivasi dan dipacu untuk maju dalam berlomba menciptakan suatu ide / gagasan yang harus diwujudkan dalam suatu bentuk barang, dengan berorientasi pada teknologi mereka sendiri. Untuk mengembangkan ide-ide / gagasan-gagasan itu, Institut Teknologi Maschussets (MIT) Universitas Oregon dan Universitas Carnegie Mellon (CMU), telah membuat proyek bersama berjangka waktu lima tahunan, melibatkan sekitar 600 mahasiswa dan 55 anggota fakultas dalam program-program belajar dan membaharu dalam wadah Nasional Science Foundation (NSF), di masing-masing pusat inovasi universitas-universitas tersebut. Hasil yang dicapai proyek itu : Lebih dari dua lusin produk, proses atau pelayanan baru telah dipasarkan dan menciptakan hampir 800 pekerjaan baru, dan memperoleh hasil penjualan sebesar $46,5 juta (Kingsbury. Louise, 1978:59) [3].
            Gagasan dan pola kerja yang hampir serupa telah dikembangkan pula di negara-negara Asia, misalnya : Jepang, Korea Selatan, Singapura, Taiwan. Jerih payah dan ketentuan para inovator pada sektor teknologi industri itu membawa negara-negara itu tampil dengan lebih meyakinkan sebagai negara-negara yang berkembang mantap dalam perekonomiannya.
Sebagaimana upaya bangsa Indonesia unrtuk mengembangkan potensi tenaga muda agar menjadi inovator-inovator yang memiliki keterampilan dan skill berkualitas tinggi.

G.    Kesimpulan
            Pemuda sesungguhnya bukan sekadar bagian dari lapisan sosial dalam masyarakat. Mereka memainkan peranan penting dalam perubahan sosial. Tapi, jauh daripada itu, pemuda merupakan konsepsi yang menerobos definisi. Hal itu disebabkan keduanya bukanlah semata-mata istilah ilmiah, melainkan lebih merupakan pengertian ideologis dan kultural. ‘Pemuda harapan bangsa’, ‘pemuda pemilik masa depan bangsa,’ dan sebagainya, betapa mensyaratkan nilai yang melekat pada kata ‘pemuda’. Pernyataan menarik tersebut, dalam konteks Indonesia sebagai bangsa, menemukan jejaknya.

            Sosok pemuda selalu terkait dengan peran sosial-politik dan kebangsaan. Itu dapat dipahami mengingat hakikat perubahan sosial-politik yang selalu tercitrakan pada sosok pemuda. Citra pemuda Indonesia tidak lepas dari catatan sejarah yang telah diukirnya sendiri.